"Aku mirip BCL nggak nak?", kataku pada anak-anakku
"Ih...bapak narjong....", komentar lagsung dari si mbarep
"Iya tuh, wajahnya licin kayak kaca...!", kata si bungsu, sambil cekikikan
Kalau si tengah cuma senyum aja, baru kemudian ngomong,"Bapak pakai PO**S ya?"
Akupun tersenyum dan bergaya ala BCL di depan mereka.
Itulah memang yang dibutuhkan oleh seorang ayah dari anak dan istrinya, suasana hangat dan senyuman yang tulus dari bibir-bibir mereka.
Rasanya penat dan capek jadi hilang, bila kita bisa melihat seulas senyum yang tulus dari anak-istri kita.
Sebuah senyuman saja, sudah lebih dari cukup sebagai pengganti segelas susu telur madu. Khasiatnya sudah bisa membuat badan jadi segar.
Sore ini aku memang berniat untuk mendapatkan senyum itu dengan berbagai cara. Yang pertama adalah mejalankan anjuran si mbarep untuk kampanye Go Green, sekalian membayar lunas hutangku membuatkan nasi goreng untuknya.
Jadi aku cari tas Go Green dan pergi ke warung untuk cari bumbu masak. Enaknya memang "ngulek" sendiri bumbu itu, tetapi dalam suasana tidak ada istri di rumah dan mau cepetan, maka dipilih model "instan", beli bumbu!.
Anak mbarepku ini memang sangat berselera dengan nasi goreng. Pernah diajak ke restoran yang mahal, yang dipesan tetep juga "nasi goreng".
Begitulah, sepulang dari warung, kami ber-empat ada di dapur yang sempit. Seperti biasa, kutanya mereka,"hari ini kita pakai menu nomor berapa? 43 ya?". Nah , ini pertanyaan standard.
"Menu nomor 56 aja pak", ini juga jawaban standard
"Lho menu 43 ama 56 itu kan sama persis, bedanya yang satu kering dan satunya airnya lebih banyak", nah jawaban ini sudah mulai masuk improvisasi.
Kamipun tersenyum bersama, karena sejatinya tidak ada menu bernomor di rumah ini. Rasanya tiap keluarga punya istilah khas di rumahnya, yang akan terasa asing di rumah oran lain.
Dulu waktu aku ndongeng tentang putri Cinderela, maka karena gak apal dengan nama putri lain yang hidup serumah dengan Cinderela, kunamai saja mereka dengan nama putri Cindil CIlik dan Cindil Lawas.
Akibatnya, ketika anak-anak nonton film itu di rumah tetangga langsung berkomentar, bahwa nama yang ada di film itu salah [he..he..he... mereka ternyata lebih percaya pada bapaknya dibanding dengan film].
Ini membuktikan, bahwa pendidikan pada anak-anak memang harus dimulai sejak dini, dan dengan cara yang benar, karena nilai-nilai yan ditanamkan sejak kecil itulah yang akan terus menjiwai langkah mereka di kemudian hari.
Dapur inipun makin riuh rendah dengan tingkah kami. Ada sepanci daging, dua pring nasi, dua butir telor dan empat mie instan, yang maunya dimasak secara bersamaan, jadinya harus ditentukan yang mana yang masuk ke panci duluan.
Tak terasa akhirnya masaklah masakan kami. Langsung saja kita berebut ambil piring dan langsung mengambil "menu nomor 43/56" dari tempat penggorengan.
Tentu saja aku yang terakhir ngambil. Mungkin memang begitu rumus anak model sekarang ya. Coba kalau jaman dulu, wah sebelum bapak selesai mengambil jatahnya, pasti anak-anak akan dilarang ibunya untuk ngambil jatah.
Demokrasi, sudah mulai diterapkan di keluarga modern. Semua anggota keluarga punya hak yang sama, yang membedakan malah kewajibannya. Semua punya hak untuk makan dengan cukup dan orang tua punya kewajiban untuk menyediakan makanan itu.
Setiap selesai makan, rasanya sebuah kewajiban telah dilunasi, dan kemudian kewajiban lain sudah menunggu untuk dilunasi.
Sesungguhnya dalam hidup ini, tidak ada kata istirahat, karena setelah sesuatu kewajiban diselesaikan akan muncul kewajiban lain yang menunggu untuk diselesaikan juga.
Sehabis menunaikan sholat Subuh, maka beberapa waktu ke depan sudah menunggu sholat dhuhur untuk ditunaikan. Begitu seterusnya.
Firman Allah sangat indah untuk menggambarkan kehidupan ini.
"Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu?
dan telah kami hilangkan beban darimu,
yang memberatkan punggungmu?
Dan tinggikan bagimu sebutan namamu?
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.
sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai dari sebuah urusan,
kerjakanlah sungguh-sungguh urusan yang lain.
Dan hanya Tuhanmulah tempat kamu berharap."
(Q.S alam Nasyrah : 1-8)
Jadi marilah kita pasang senyum kita untuk menyelesaikan semua urusan yang menjadi kewajiban yang ada di hadapan kita.
Kata LUNAS yang harus kita cari dan terus dicari, karena masih banyak kata LUNAS di depan kita.
Kata LUNAS itu akan selesai saat kita dipanggil Tuhan untuk mempertanggung jawabkan pelunasan yang sudah kita perbuat selama hidup ini. Aku jadi inget kultum LiLo [anak ragilku], bahwa tujuan hidup kita ini, jangka panjangnya, adalah mengahdap Tuhan dengan bekal yang cukup.
Terima kasih LiLo.
ditulis oleh suamiku
eko.eshape@gmail.com
Suasana Meriah: Joget Keliling Lokasi Acara KaRMaPIT
4 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar