Aku pernah merasakan betapa nikmatnya mendengar suara khotib yang bicara muter-muter dan disampingku terdengar suara dengkuran berirama [kadang lembut dan kadang keras] dari seorang jamaah yang kecapekan mendengar suara khotib.
Hari ini, aku mandi lengkap, semua sudut tubuhku kubersihkan dengan penuh perhatian, demikian juga sepasang kumis tipisku sudah kucukur habis. Alhamdulillah, khotib di Masjid dekat rumah memberikan khotbah yang ringan dan sangat berisi, sehingga semua jamaah terlihat menyimak dengan penuh khidmat.
Masjid dekat rumah ini, kata beberapa teman, dulunya didirikan oleh para aktivis dari sebuah partai politik yang berlambang matahari biru, dan sekarang diisi oleh aktivis dari partai Islam yang sedang populer karena menjadikan mantan presiden sebagai salah satu guru bangsa. Benarkah semua ini? Aku tidak pernah ambil pusing.
Kadang aku tertawa sendiri [minimal tersenyum] mendengar cerita tentang aktivitas masjid ini yang selalu dikomentari dari berbagai sudut pandang. Akibatnya seperti kumpulan orang buta yang bercerita tentang seekor Gajah.
Aku sendiri pernah ikut olah raga Minggu pagi di masjid ini, beberapa bulan kemudian baru aku tahu bahwa olah raga yang kuikuti adalah olah raga "khas" partai tertentu. Bagiku sih nggak masalah siapapun partainya, yang penting kan sehatnya.
Kotak-kotak partai telah membuat umat Islam kadang-kadang seperti ditempatkan dalam medan perang yang saling berhadapan. Kalau umat Islam berhadapan dengan musuh beneran sih jelas ada ayatnya, tapai kalau sesama umat Islam saling berhadapan tentu sangat disayangkan.
"Sesungguhnya Allah telah membeli orang-orang mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an (Q.S At Taubah:111)
Ayat diatas tentu sangat tidak cocok diterapkan untuk kaum muslim yang di beberapa tempat terlihat saling gontok-gontokan memperebutkan "kursi dunia" [atas nama partai bukan atas nama Allah swt].
Lalu apakah sebaiknya umat Islam tidak usah berpolitik?
Bukankah politik telah membuat tidak lagi ada musuh abadi atau kawan abadi, yang ada hanya kawan dalam kesamaan pandangan sesaat atau musuh dalam pandangan sesaat. Jika pandangan berubah, maka kawan bisa jadi lawan dan kawanpun bisa berubah menjadi lawan.
Politik telah membuat umat Islam menjadi terkotak-kotak. Kesamaan saat menghadap kiblat bisa berubah menjadi ketidak-samaan begitu bicara masalah politik.
Beberapa "tokoh" muslim bahkan ada yang memilih golput atau malah menganjurkan golput. Semua itu demi menjaga ukhuwah islamiyah, katanya.
Kawanku, seorang muslim yang tidak ikut partai manapun sering geleng-geleng kepala melihat fenomena ini. Kamipun sepakat, bahwa politik seberapapun "kotornya" sebenarnya ada juga sisi manfaatnya bagi umat Islam.
Apa jadinya jika semua umat Islam tidak berpolitik dan memilih golput?
Beberapa skenario bisa terjadi, misalnya sebagai berikut :
- Pemilu dianggap gagal dan biaya pemilu yang "gedhe banget" terbuang percuma [mubadzir].
- Pemilu dianggap sukses dengan kemenangan telak dari partai yang mempunyai pandangan politik non muslim
- Ada daerah pemilihan yang tidak punya pemenang, karena semua penduduknya memilih golput [mungkin nggak ya?]
- Lain-lain [silahkan isi sendiri].
Aku jadi ingat ayat ini.
“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi. Sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya dan benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir setelah janji itu, maka merekalah orang-orang yang fasik(Q.S An-Nur:55)
Surat An-Nur ini memberiku pencerahan. Sebuah cahaya yang adem merasuki hatiku dan rasanya aku harus menentukan pilihan untuk mensukseskan pemilu 2009. Aku akan mempercayakan suaraku untuk partai yang ditunjukkan Alah swt.
Aku harus menghadap padaNya untuk meminta petunjuk, partai mana yang harus kucoblos. Aku tidak ahli politik, jadi biarlah para politikus Islam ahli yang berkecimpung di dunia kepartaian, kita doakan sama-sama untuk tetap "istiqomah" menjaga dirinya. Agar para politikus itu tetap berpegang pada tali allah.
Insya Allah doa tulus kita diterima Allah swt.
Amin.
Mari kita hargai pandangan politik saudara muslim kita, tidak perlu menyerang mereka tanpa memberi solusi. Mari kita sampaikan solusi saja, bila menurut padangan kita ada yang perlu diperbaiki oleh saudara-saudara muslim kita.
Kalau solusi kita tidak diterima, apa yang sebaiknya kita lakukan?
Ya, kita doakan saja Allah swt membuka mata hati mereka, agar mau menerima solusi kita [atau jangan-jangan solusi kita yang salah?]
Insya Allah, semua menjadi amalan baik kita.
Insya Allah, kotak [partai] itu tidak membatasi persaudaraan kita dengan sesama muslim.
AMin.
ditulis di hari libur akhir tahun [hari kedua] oleh eko.eshape@gmail.com
blognya sendiri ada di http://eshape.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar