Senin, 01 Desember 2008

Kesepian ORTU

Saat main FUTSAL, ketika aku mencoba memotong sebuah umpan silang, maka striker lawan rupanya sudah begitu bernafsu untuk menerima umpan itu.

Akibatnya kepalaku terpaksa menerima ayunan kakinya, dan akupun terkapar di depan gawangku.

Sesaat aku inget adegan Peter Chech [kiper Chelsea] yang dihajar oleh striker lawan dan tidak bisa main sampai berbulan-bulan. Kemudian kusadari bahwa aku sudah dikerumuni oleh para pemain kawan maupun lawan.

Wasitpun menghentikan permainan. Bertanya padaku,"main lagi?".

Akupun dengan senyum [terpaksa] menjawab dengan gelengan kepala [yang terasa "senut-senut"] dan langsung ngeloyor pulang. Mumpung badan masih kuat membawa kepala ini, maka segera aku menuju kamar mandi, menyiram kepala dengan air dan langsung masuk mobil.

Besoknya, istriku baru nyadar, kalau lukaku cukup parah. Kalau dilihat dari depan, maka sisi kanan kepalaku terlihat lurus sedangkan sisi kirinya terlihat menggelembung [alias "abuh" bin bengkak].

Sudah lima hari berjalan dan kalau diraba kepalaku masih terasa sakitnya. Namun rasanya kalau diajak main FUTSAL lagi, aku kok masih oka-oke saja ya?

Cuma untuk kali ini, mungkin banyak yang keberatan kalau aku masih main FUTSAL. Kata mereka,"wis tuwo kok ora nyebut" [sudah tua kok masih gak mau merasa tua].

Apa sih yang didapat dari main FUTSAL?

Aku bingung juga kalau mau menjawab pertanyaan itu. Menurutku, saat ini hanya FUTSAL olah raga yang dapat kuikuti. Selain itu, hampir tidak ada waktu untuk olah raga lainnya.

Sepedaan, sudah gak ada yang mau nemanin. Anak istri sudah punya kesibukan sendiri-sendiri bila hari libur tiba.

Renang juga masih tidak mungkin. Telingaku masih sakit dan pesan dokter [dulu], sebaiknya aku jangan berenang dulu, sampai yakin bahwa telingaku sudah sembuh bener.

Jalan kaki juga sudah nggak sempat lagi. Kecuali kalau mau jalan kaki sendirian saja. Cuma rasanya aneh kalau punya anak istri tapi kok jalan kaki sendirian. Aku terbiasa melakukan olah raga bareng anak istri.

Atau begitukah memang nasib orang tua?

Saat anak-anak masih SD, maka dengan mudah kita akan ditemani oleh anak-anak, bahkan kalau kita pergi tanpa mengajak mereka, maka mereka akan ngambeg.

Mereka sangat senang diajak bepergian oleh ortunya, kemanapun kita pergi, maka mereka akan dengan senang hati menemani kita.

Aku jadi inget seniorku yang membangun rumah besar, lengkap dengan beberapa buah kamar besar pribadi, kamar tamu dan kamar pembantu. Fasilitas olah raganya juga terbilang lengkap.

Sekarang apa yang terjadi?

Anak-anak mereka sudah punya pasangan sendiri-sendiri, sehingga rumah itu jadi kosong tak berpenghuni.

Lebih banyak pembantu di rumah itu dibanding yang punya rumah.

Aku tidak bisa membayangkan bila dia makin tua. Siapa yang akan merawat mereka, siapa yang akan menghibur mereka.

Bukankah saat orang tua menjadi semakin tua, maka mereka akan kembali menjadi seperti anak-anak. Ingin dimanja, mau menang sendiri dan suka bertingkah yang aneh-aneh.

Beda banget dengan rumah temanku yang lain, yang sampai saat ini masih ngontrak rumah yang kecil dan tinggal bersama dengan anaknya, menantunya lengkap dengan cucu-cucunya.

Mereka hidup dengan penuh perjuangan, tapi tidak kesepian. Selalu saja ada yang menemani mereka, entah itu anaknya, menantunya, cucu-cucunya ataupun tetangga dekatnya. Mereka hidup dalam komunitas yang jauh dari kaya raya, tapi terlihat ada untaian kasih sayang yang melingkupi kehidupan mereka.

Bandingkan dengan sepasang orang tua di rumah mewah yang "jauh" dari tetangga.

Sungguh sebenarnya Tuhan telah mengatur kehidupan ini dengan sempurna. Tinggal kita yang harus menjalaninya dengan penuh keyakinan, bahwa yang terbaiklah yang sedang kita jalani saat ini.

Mari kita jadikan sholat dan sabar sebagai penolong kita.
Semoga kita dikumpulkan Allah di dalam golongan orang yang bertakwa.
Insya Allah. Amin.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya...." (al-Maa`idah [5]: 35)

Tidak ada komentar: