Rabu, 11 Februari 2009

Snack untuk Anakku

"Snacknya kok nggak dimakan, puasa ya pak?", kata kawanku ketika melihat snack pagi yang masih utuh di mejaku.

"Hmmm itu untuk anak-anak yang selalu setia menyambutku di pagar pintu ketika aku pulang dari kantor", jawabku sambil senyum.

"Lha kalau nggak segera dimasukin plastik, ntar ada yang makan lho pak", kata kawanku yang lain ikut nimbrung.

"Ya berarti belum rejeki anakku tuh", jawabku enteng.

Memang pernah kejadian, saat mau pulang kantor, ada kawan yang nyamperin dan melihat kueku masih lengkap maka dia langsung main samber dan habislah kue untuk anakku itu.

Tadinya aku agak kaget juga. Terperangah sejenak, baru kemudian aku sadar bahwa tamu punya hak untuk dihormati dan diberikan yang terbaik yang kita punyai.

Anak-anakkupun tidak kecewa jika bapaknya pulang tanpa oleh-oleh. Mereka memang bersuara kecewa, tapi tetap saja mereka berlaku biasa dan tidak ngambeg atau melakukan hal-hal yang menunjukkan kekecewaan mereka [semoga aku benar untuk hal ini, amin].

Yang menarik memang saat aku membawa oleh-oleh. Biasanya aku bawa pulang dua macam kue atau maksimal 3 jenis kue. Anak-anakku itu langsung saja berebut kue, bak belum pernah mendapat kue seperti itu.

Padahal kue yang kubawa ya hanya kue jajan pasar biasa. Bisa lunpia, resoles, klepon, lemper atau semacam itulah.

Kalau nggak ada ibunya, maka yang paling cepat ngambil kuelah yang merasa punya hak untuk memilih. Kalau ada ibunya, maka setiap kue dipotong menjadi tiga bagian dan tiap anak mendapat satu bagian untuk satu macam kue.

Rasa penat dan capek sejak berangkat habis subuh, sampai pulang menjelang Isya ini hilang sudah kalau melihat suasana rame itu.

 
[apalagi kalau lihat LiLo yang suka aneh2 kayak gini]

Sebaliknya, kalau sambutan anak-anak ogah-ogahan atau malah nggak ada yang menyambut, maka rasa penat itu rasanya bertambah, sehingga harus segera mandi agar badan segar dan melupakan suasana penyambutan yang kurang hangat itu.

Alhamdulillah, prosentase sambutan yang tidak hangat sangat kecil dibanding sambutan yang hangat. Segala puji hanya pada Allah swt atas segala karuniaNya.

Aku belum bisa membayangkan kalau nanti anak-anak sudah pindah ke Yogya, sekolah disana dan bapaknya masih ketinggalan di Jakarta. Hmm pasti kangen banget deh dengan suasana seperti itu.

Kondisi seperti itu pasti akan datang dalam perjalanan hidupku dan aku harus siap untuk kembali kost di dekat kantor lagi. Kasihan nanti istriku yang harus sering bepergian untuk ngopeni anak-anaknya yang manja, terutama yang di Jakarta tuh yang paling manja.

Alhamdulillah, aku dikarunia istri yang baik dan sayang sama aku. Begitulah Allah swt mengatur nasib hambaNya. Dengan berbekal tekad untuk mendirikan mahligai rumah tangga yang sakinah mawadah warochmah, maka akupun dipertemukan dengan istriku yang ini [he..he..he... memang istrinya cuma ini kok].

Semoga keluargaku ini menjadi keluarga yang sakinah mawadah warochmah.
Insya Allah. Amin.

Tidak ada komentar: